Filed under puisi

bunga

“Aku ingin menjadi bunga di rumahmu, yang mengindahkan dan terindahkan” – suatu malam di telaga, 2011

sweet torment

Bergegas, menjemput pertemuan dengan Rabbi, dan menitipkan namanya di sela sujud terakhir, seiring air mata.

Sajak-sajak Nilna R. Isna [di edisi khusus penyair perempuan]

Di seberang jalan : Efri Engkau yang berada di seberang jalan menyapa sesenggukan Aku yang berada di seberang jalan menyikat kenangan Padang, Mei 2008 Laut (2) demi pasir yang menyusup ke telapak kaki bahwa pantai menebal dan nya semakin tipis semusim bocah dikejar laut dengan setampuk gelisah beraroma tawa dengan luka gerai pada sekali yang … Continue reading

Sajak Sebelum Tidur

Sebelum Penyakit Itu Datang 9 Maret 2008 22:45:00 Aku sendirian di rumah Kamu apa kabar? dan penyakit kesepian hinggap selalu setiap malam sebelum dia tidur memaksanya membongkar rak-rak tempatnya menyembunyikan berlembar koran yang kabarnya tlah usang sebelum penyakit itu datang … Nasib Sang Nasib 12 Maret 2008 22:05:00 Dan sang nasib tak lebih mujur daripada … Continue reading

Menyeruak belukar

: ru Fajar melepas terang pada pagi di kilau cahaya embun pematang berderai-derai Lirik lama membujuk kalbu berlomba mengejar langit matahari kini Inilah segelintir pasir di kaki bukit menyeruak belukar dalam jerami menggunung Lantai dua, Maret 2007 Antologi Puisi Temu Penyair 2008 : Kampung Dalam Diri

26 Februari

lalu aku terjaga, 26 Februari ketika matahari merongrong bumi Baru kini aku merasa lain seperti menggigil Hawa mencuat membeku di kening dan rama-rama melesat melewati anggrek satu biji, dua biji, 26 Februari dan ranting melintang dari jarak yang kita atur dengan jemari oleh rasa yang campuri hati tiada luka tersakiti, tanpa linang di pipi hari … Continue reading

Edisi Kelebat

Nilna R. Isna Kelebat 1 Akhirnya kaubuka juga penggalan-penggalan kisah yang disimpan bertahun-tahun lamanya itu. Berkelebat dalam garis-garis nasib. Nasib yang menggiringmu ke dermaga batinku. Ingatanku kembali menyapu ruangan sesak yang membekap dirimu dan diriku di awal pertemuan kita. ”Astaga, negeri apa ini? Sempit. Dan mengapa manusia betah bertahan disini? Lalu untuk apa kita kemari?” … Continue reading

Semakin Kabut

malam menyapa kabut gelak terkekeh, kadang terkikik pukul sebelas, mendekati dua belas nina bobok tak terdengar sudah tak ada lagi ibu-ibu yang mendongeng berdendang, atau bertepuk sajak dan lirik berceceran, tak teratur dan malam kembali menyapa kabut yang kini semakin kalut kayu tanam. desember 2006 Singgalang, 8 Februari 2007 Riau Pos,

Sajak Kumala

terpaksa menerobos pintu pemisah waktu padahal sajak tak hanya berirama sendu selasa menyusut menyerobot kicauan burung melawan arus timbang teratai pondok jamur, sarang laba, makanan burung oi, kumala tersenyum pada bungalow pada alam, sepassang merpati menari seekor angsa kehilangan pasangan –dan rabu pagi kumala tersenyum nanar 2006 Singgalang, 8 Februari 2007 Riau Pos,

Ordinat

atau kita bergulat juga, teta di sofa absisi ordinat, tanpa limit tindih menindih seribu frekuensi sekalipun ujungnya bebas, gerak-gerak dekapkan balutan paralel sampai nyentuh atau kita bergumul saja, kelvin di balik selimut terbuai osmosis murni terlarut tikam-menikam tak kenal momentum biar matriksnya nol, mengeliat integral selipkan lapis resonansi hingga mendesah Padang. Januari 2007

Giwang

“kancingkan bajumu kalau ibu teriak, tutup pintu!” ermbun membasahi kota tua di utara anak-anak menyalakan lilin di laut sebentuk lampu kapal, laut yang garam laut seonggok ikan. dan laut… “angkat selendangmu kalau ayah teriak, hidupkan lampu” debu berhambur merasuki kota utara anak-anak memutar lagu dalam tugu seperti airmata yang menganak dalam air semerah jambu. dan … Continue reading

Mimpi Bertamu

ceritakan padaku mimpi yang bertamu kerumahmu saat bualn berpadu cawan ceritakan padaku mimpi yang masih saja singgah di tidurmu. Pada malam, kala angina jangan kata kau tak mimpi dan kuatu malammu terbakar api kayu tanam, 2006 Singgalang, 8 Februari 2007 Riau Pos, 8 April 2007

Pecah di Gelombang

ntuk: kawan penyair benkel kayutanam 06 kau tak ubah sejumput rumput disabit sebilah galah. dan aku sebatang pohon ditebang kilatan ombak. bergelombang. menyambar-nyambar kau dan aku hanya dua keping karang pecah jua di gelombang kau dan aku sama sekerat kayu yang ditanam di halaman kutelusuri jua lelorong gua menyambut dentang jam-jam kota kelam, kupintal jarum … Continue reading

Tanahku kelam

Nilna R. Isna dan tanahku kelam membara mengusik air mata pilu Dan malam-malam langitku merah sendu Tanduk kita t’lah musnah bersama rayap-rayap luluh lantak radio pada heningnya kota bicara rangkiang, randang, saluak dan tanahku kelam, langitku merah Untuk tanah 27 Februari 2007

Demokrasi Anak SMA

Suatu hari terbit hari besoknya, tahun 2007 Dari suatu pukul sampai suatu waktu terbit pagi-pagi sekali, sekian WIB Koran Express pertama Ratusan siswa melakukan aksi unjuk rasa di suatu halaman kantor kota menuntut Dia (Bukan nama sebenarnya, red) mengundurkan diri sebagai kepala terkait suatu dugaan beberapa alasan, agak kuat. Pos kedua Aksi demonstrasi yang berlangsung … Continue reading